SanWa Library

Default Variables

  • Book Review
  • _Book Information
  • _Wrap-up 2021
  • BTS - ARMY
  • Leisure
  • Daily Life
  • About Me


Pernah kamu mengunjungi Magic Shop atau toko-toko apapun yang menjual hal-hal berbau sulap dan magic? Aku jujur aja belum pernah ke toko yang menjual secara spesifik, kalau yang buka stand di mall siyh pernah cuman lihat-lihat doang. Tapi pasti siyh vibenya mirip gitu ya, kalau disitu banyak alat-alat atau barang-barang aneh yang penuh tanda tanya. Kalau dilihat-lihat di google ya vibenya setengah misteri, setengah unik, ya ada yang spooky juga dikit-dikit (menurutku).

Tapi pernah kah kamu membayangkan bahwa ketika pergi ke toko sulap seperti itu justru yang kita dapatkan hal yang unik dan berbeda dari yang ada di toko sulap pada umumnya? Misalnya mendapatkan konseling kepribadian gratis? Aku nggak pernah membayangkannya sampai ketemu buku Into The Magic Shop ini.

Ohya buku ini merupakan buku memoir seorang dokter bedah syaraf bernama James R Doty (dan yang merupakan penulis dari bukunya sendiri ini) dimana hidup ia berubah sesudah bertemu seorang ibu bernama Ruth di toko sulap sewaktu ia kecil. Nah seru kan kayak kok bisa hidupnya berubah bahkan menjadi seorang dokter ternama melalui pertemuannya dengan Ruth di toko sulap (Magic Shop).

Into the Magic Shop sudah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh penerbit Semicolon. Bagi yang ingin mencari buku ini, teman-teman bisa menemukannya di toko-toko buku yang beredar disekeliling teman-teman baik secara offline ataupun online.

Buku ini merupakan inspirasi utama dari lagu Magic Shop yang dibuat oleh Jungkook BTS dan konsep dari Muster ke-5 berjudul sama dengan lagunya. Sudah pasti ini menjadi salah satu buku dalam list #whatbtsreads yang sudah pernah juga dibawakan dalam salah satu event meet up diskusi What BTS Reads pada bulan September yang lalu. Bagi yang ingin tahu apa kata teman-teman lain terhadap buku ini, boleh di cek di video ini ya.



 

Yang Disukai

Okeh sekarang kita masuk review dari aku sendiri terkhususnya hal-hal yang aku sukai dari buku ini. Pertama, so pasti aku jatuh cinta sama covernya yang cantik. Ohya covernya untuk yang cover terjemahannya Semicolon ini ya. Kalau lihat yang cover aslinya aku malah kurang suka karena terkesan seperti buku textbook gitu, ehehehe. Tapi kalau yang versi semicolon ini indah kayak menggambarkan tentang inti cerita keindahan di balik Magic Shop tadi yang ditemukan oleh Mr. Doty.

Kedua, Aku baca buku ini berganti-ganti. Awalnya versi Indonesia lalu makin kesini ke versi Bahasa Inggris. Nggak ada preferensi khusus terhadap ini dan juga nggak membandingkan hasil terjemahannya. Tapi baca terjemahan bukunya enak dan nggak memberatkan. Didalam buku ini sebenarnya banyak bahasa medisnya namun penterjemahannya tidak kaku dan masih enak dibaca. Tapi ada downsidenya siyh buatku perihal ini. Nanti kujelaskan dibagian yang tidak disukai ya.

Ketiga, Buku ini kan buku memoar, biasanya aku kurang suka buku memoar seorang praktisi karena bahasanya terlalu kaku untukku. Eh yang ini nggak dong. Justru kayak baca cerita fiksi tentang kehidupan aja. Cara Mr. Doty bercerita itu kayak baca cerita fiksi yang dipadukan dengan diary kehidupan sehari-hari gitu. Intinya aku suka.

Keempat, yang terakhir tapi bukan yang terkecil, aku suka sekali dengan penjambaran “Ruth’s Trick” yang dibuat Mr. Doty. Setiap partnya itu dirangkum lagi gitu dan sangat mudah diikuti oleh pembaca. Bahkan dibikinkan juga dalam bentuk audionya loh di webnya buku ini, jadi lebih kayak bisa ngebayangin atau ngerasain sesi konseling sendiri karena pakai suara. Nama webnya tertulis didalam bukunya. Atau teman-teman bisa klik disini. Seruuuu. Ditambah lagi kesimpulan yang terdapat di akhir cerita itu menjadi bukti nyata dari Ruth’s tricks tadi.

 

Yang Tidak Disukai

Nahhh seperti yang aku cerita diatas ini ada downsidenya gitu buatku. Part ketika Doty mulai berbicara dari sisi medis membuatku bosan setengah mati karena kurang paham. Jadi aku lebih ke skimming aja bagian-bagian itu. Lumayan banyak lah dari setengah cerita di akhir yang membahas ini sehingga kadang jadi pengen lompat aja gitu. Tapi kalau udah ke bagian kesehariannya aku mulai naik lagi emosinya. Hehehehe. Tapi mungkin ini beda-beda ya. Yang pastinya setengah buku pertama itu seruuuu banget disaat Mr. Doty ketemu ibu Ruth itu.

View this post on Instagram

A post shared by Semicolon Publisher (@semicolonian)

 

Quote Favorit

Hasil dari menjinakkan pikiran adalah pikiran yang jernih. (P.81)

... hanya karena sesuatu rusak bukan berarti semuanya ikut rusak. (P.134)

Benar, kita dapat mewujudkan apa pun yang kita inginkan, tetapi hanya kecerdasan hati yang dapat memberitahu kita apa yang layak untuk diwujudkan. (P.218)

 

Kasih Rating Berapa

Overall aku kasih rating buku ini adalah rating 4 bintang dari 5 bintang. Kelihatan lah ya dari hal-hal yang disukai dan tidak disukai diatas. Tapi aku sangat bersyukur membaca buku ini disaat yang tepat. Walau aku baca buku ini udah lewat dari masa-masa hype nya tapi buatku tidak ada yang terlambat untuk membaca sebuah buku. Pada akhirnya kita akan dipertemukan dengan sebuah buku untuk dibaca pada waktu yang tepat. Intinya siyh buku ini masuk jajaran Must Read!!

 

Borahae

Sandrine JB

@sanwalibrary - @whatbtsreads

  • 0 Comments


Eh.. eh.. eh.. pasti kebanyakan disini sudah pada tahu dong buku The Midnight Library ini. Buku ini merupakan buku yang dikarang oleh seorang pengarang buku yang sangat dikenal melalui buku non-fiksi yang berjudul “Reasons To Stay Alive” bernama Matt Haig.

Nah di tahun 2020 lalu Matt Haig mengeluarkan salah satu buku fiksi seputar kehidupan keluarga yang berjudul The Midnight Library ini serta menjadi best seller dimana-mana. Dan di Indonesia sendiri diterbitkan dalam bentuk terjemahan Bahasa Indonesia oleh penerbit Gramedia Pustaka Utama dengan judul terjemahannya adalah “Perpustakaan Tengah Malam” yang dirilis saat bulan Juni 2021 yang lalu.

Aku sebenarnya nggak ingin baca ini dalam waktu dekat-dekat ini. Jadi kan waktu pertama rilis (sebelum diterjemahkan) buku ini sudah sangat hype. Banyak bookstagram yang membeli buku impor dan atau membaca lewat ebook. Pas hype itu pengen banget siyh baca juga tapi dikarenakan baru memulai proyek #whatbtsreads jadi terhalang.

Namun ada satu alasan lagi yang membuatku semakin menundanya yaitu karena tema bukunya yang lumayan agak triggering tentang suicide dan mengarah ke duka. Apalagi pas saat itu aku lagi banyak baca buku yang temanya tentang duka. Jadi lumayan nggak pengen baca buku dengan tema-tema sama terlebih dahulu.

Eh tapi gegara di mention RM di In The Soop season 2 Episode 1 yang baru beberapa minggu rilis, akhirnya aku mengesampingkan membaca buku lainnya dan langsung mengambil buku ini sebagai tema diskusi buku Meet Up ke-5 hari Sabtu 30 Oktober 2021 yang lalu. Sehabis dibaca ternyata ga se-triggering itu buatku walaupun tetap hati-hati siyh.

Aku cukup kagum dengan kecepatan membaca diriku sendiri saat itu. Mungkin karena didorong harus diskusi buku jadi aku “memaksa” diriku menyelesaikan buku ini dalam waktu satu minggu dan amazenya aku yang suka menunda-nunda ini berhasil menamatkan satu buku terjemahan 350an halaman ini hanya kurang dari 24 jam, wkwkwkwkwk. Ada bagusnya juga aku bikin jadwal diskusi buku. Aku yang suka slump karena mager jadi ketrigger untuk lanjut baca dibanding scroll media sosial terus, ehehehehe.

Ohya, bagi yang ingin tahu apa kata teman-teman lain terhadap buku ini, boleh di cek di video ini ya.



Yang Disukai

Okeh sekarang kita masuk review dari aku sendiri terkhususnya hal-hal yang aku sukai dari buku The Midnight Library ini. Pertama, aku sangat suka bagaimana cara Matt Haig menggambarkan informasi tentang Mental Health dalam bentuk kisah narasi fiktif seperti ini (apa siyh sebutannya? Mungkin ada yang tahu bisa komen dibawah ya). Jadi tuh baca ini kayak baca buku self-help tapi dalam bentuk cerita. Aku yang dari dulu pecinta novel, jenis buku seperti ini lebih mudah kuserap.

Kedua, coba deh lihat covernya yang cakep. Kedua cover yaitu cover import dan juga cover terjemahannya amat sangat memukau. Sangat menggambarkan sekali tentang perpustakaan di tengah malam. Cover dan isi ceritanya sejalan seakan mematahkan ungkapan, “don’t judge a book by its cover”, wehehehe. Sorry not sorry though, I’m a big fan of gorgeous cover :D.

Ketiga, pemilihan karakter yang seumuran denganku (jadi ketahuan deh umurku wkwkwkwk) justru membuatku makin relate dengan isi ceritanya. Aku jadi banyak merenung disana-sini pas baca karena kok ya apa yang dialami Nora, si karakter utama, mirip seperti apa yang aku rasakan di beberapa tempat. Jadi ini membuatku lebih mudah memahami karakter Nora itu sendiri dengan segala perasaannya.

Keempat, berhubung aku membaca dalam bentuk terjemahannya aku bisa katakan  jenis terjemahannya tidak kaku. Walaupun aku nggak bisa membandingkannya dengan dalam bentuk Bahasa asli (karena aku tidak membaca dalam Bahasa Inggrisnya sebelumnya) tapi aku tetap merasakan bahwa pembahasannya mengalir dan mudah dimengerti. Aku belum bisa menilai dari segi gaya kepenulisannya Matt Haig di buku ini jika dibandingkan dengan buku terjemahan sebelumnya karena ini buku pertama Matt Haig yang aku baca dan langsung dalam bentuk terjemahannya saja.


Yang Tidak Disukai

Ada satu hal yang tidak kusukai dari buku ini. Diawal cerita hingga pertengahan ada beberapa bagian yang membosankan karena phasenya lambat. Ada juga repetitif atau pengulangan yang dari sudut pandangku aku sudah bisa menangkap maksudnya.

Tapi niyh tapi… aku nggak merasakan ini mengganggu, bahkan aku jadi pengen baca ulang (walaupun itu nggak mungkin terjadi karena aku dipelototin TBR ku yang menggunung) karena buku ini sangat menekankan keindahan dari hal-hal kecil. Mungkin ada yang ingin disampaikan dari pengulangan itu yang belum aku tangkap dalam sekali baca. Kalau menurutmu bagaimana? Mungkin bisa tulis di kolom komentar? 


View this post on Instagram

A post shared by Fiksi Gramedia Pustaka Utama (@fiksigpu)


Quote Favorit

Satu-satunya cara untuk belajar adalah hidup. (P.90) 

Jangan pernah meremehkan arti penting dari hal-hal kecil. (P.117)

Aku bermaksud mengatakan bahwa hal yang keliatannya paling biasa-biasa saja bisa jadi akhirnya akan merupakan hal yang membawamu meraih kemenangan. Kau harus terus bergerak. (P.241)


Kasih Rating Berapa?

Overall aku kasih rating buku ini adalah rating 4 bintang dari 5 bintang. Kelihatan lah ya dari hal-hal yang disukai dan tidak disukai diatas. Tapi aku sangat bersyukur membaca buku ini disaat yang tepat. Walau aku baca buku ini udah lewat dari masa-masa hype nya tapi buatku tidak ada yang terlambat untuk membaca sebuah buku. Pada akhirnya kita akan dipertemukan dengan sebuah buku untuk dibaca pada waktu yang tepat. Intinya siyh buku ini masuk jajaran Must Read!!


Borahae

Sandrine JB

@sanwalibrary - @whatbtsreads


  • 0 Comments

About me

a


Sandrine JB

"The most important thing is to enjoy your life — to be happy — it’s all that matters.”


Follow Us

  • Bookstagram
  • Fanstagram
  • Instagram
  • youtube
  • twitter
  • pinterest
View this post on Instagram

A post shared by BTS & Literasi - ARMYmom (@whatbtsreads)

Banner spot

recent posts

Subscribe

Postingan
Atom
Postingan
Semua Komentar
Atom
Semua Komentar

Arsip Blog

  • ►  2022 (3)
    • ►  Mei 2022 (3)
  • ▼  2021 (12)
    • ▼  November 2021 (2)
      • Into The Magic Shop - James R Doty [Review Buku]
      • The Midnight Library (Pertemuan Tengah Malam) - Ma...
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (4)
    • ►  Mei 2021 (1)
    • ►  Februari 2021 (3)
    • ►  Januari 2021 (1)
  • ►  2020 (3)
    • ►  Mei 2020 (2)
    • ►  April 2020 (1)
  • ►  2019 (2)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Mei 2019 (1)
  • ►  2018 (16)
    • ►  September 2018 (1)
    • ►  Agustus 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (9)
    • ►  Januari 2018 (5)
  • ►  2017 (3)
    • ►  Desember 2017 (1)
    • ►  Juni 2017 (1)
    • ►  Januari 2017 (1)
  • ►  2016 (6)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (5)
  • ►  2015 (28)
    • ►  Desember 2015 (12)
    • ►  November 2015 (8)
    • ►  Mei 2015 (3)
    • ►  April 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (1)
    • ►  Februari 2015 (2)
    • ►  Januari 2015 (1)
  • ►  2014 (27)
    • ►  November 2014 (9)
    • ►  Oktober 2014 (8)
    • ►  September 2014 (3)
    • ►  Juli 2014 (1)
    • ►  Juni 2014 (2)
    • ►  Maret 2014 (2)
    • ►  Februari 2014 (1)
    • ►  Januari 2014 (1)
  • ►  2013 (6)
    • ►  November 2013 (1)
    • ►  Oktober 2013 (3)
    • ►  Mei 2013 (1)
    • ►  Januari 2013 (1)
  • ►  2012 (1)
    • ►  Desember 2012 (1)
  • ►  2011 (1)
    • ►  September 2011 (1)
  • ►  2009 (1)
    • ►  Maret 2009 (1)

instagram

Template Created By : ThemeXpose . All Rights Reserved.

Back to top