SanWa Library

Default Variables

  • Book Review
  • _Book Information
  • _Wrap-up 2021
  • BTS - ARMY
  • Leisure
  • Daily Life
  • About Me


Menurutmu, adakah orang yang selalu baik-baik saja? Kalau opiniku siyh tidak ya. Bahkan aku sendiri saat ini bisa dibilang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Akupun menyadari terkadang aku bilang kalau aku baik tapi nyatanya dalam diriku tidak baik-baik saja, hanya tidak kusadari.

Bulan April 2022 ini aku diberikan kesempatan lagi untuk membaca ARC dari buku berjudul Sebenarnya Aku Tidak Baik-Baik Saja. Dari buku inilah aku tersadar bahwa aku sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Bahkan mungkin aku hanya “pura-pura” baik, menyangkal perasaan tidak baik ini menjadi suatu perasaan yang baik. Tapi kok bisa? Cek dibawah ini deh.

 

Tentang Buku Ini

Sebelum aku menjawab pertanyaanku sendiri di atas. Aku ingin sedikit memberitahukan seperti apa siyh garis besar dari buku ini.

Sebenarnya Aku Tidak Baik-baik Saja adalah buku self-improvement dari Korea Selatan, yang ditulis oleh seorang penulis ternama bernama Geulbaewoo [IG @jell1ine1768] dan dibawa ke Indonesia oleh penerbit Haru. Geulbaewoo mengelola satu-satunya pusat konsultasi “Geulbaewoo Study Room” di dunia. Kurang lebih 2.000 orang dalam setahun dengan berbagai macam profesi dan usia yang berbeda mengunjungi pusat konseling tersebut (sumber: Penerbit Haru IG).

Buku ini tidak masuk jajaran What BTS Reads siyh tapi dari buku pertamanya, aku sudah jatuh cinta dengan tulisannya oppa ganteng ini. Inget kan buku yang berjudul “Aku Bukannya Menyerah Hanya Sedang Lelah” yang sangat laris saat peluncurannya dulu di Indonesia? Mulai akhir bulan April yang lalu hingga 15 Mei 2022 Penerbit Haru telah membuka PO untuk buku ini (sebagai tambahan, penerbit Haru juga mencetak ulang buku sebelumnya lohhh). Namun bagi kalian yang belum PO, tenang saja, kalian tetap dapat membelinya melalui toko-toko buku online.

View this post on Instagram

A post shared by Penerbit Buku Asia (@penerbitharu)


Mungkin ada yang bertanya-tanya buku ini isinya seperti apa dan apakah bedanya dari buku sebelumnya. Menurutku isinya masih inline dengan buku sebelumnya. Kalau dibuku sebelumnya membahas bahwa perasanaan Lelah itu valid adanya, disini lebih ditekankan lagi efek dari lelah itu dan langkah-langkah praktis apa saja yang bisa dilakukan dari pengalaman si penulis ataupun orang-orang disekitarnya.

Menariknya, buku ini lebih terasa relate buat semua kalangan, dari orang yang berpacaran, hubungan pernikahan, relasi dalam pekerjaan, hingga tentang pekerjaan atau kegiatan kita sehari-hari. Apalagi tentang pekerjaan, huhuhu itu hal yang lagi aku pergumulkan banget.

Ok sekarang aku ada sedikit ingin membagikan apa yang aku sukai dan tidak aku sukai dari buku ini serta berapa ratingnya.

 

Yang Disukai dan Tidak Disukai

  • Apa yang ditulis oppa ganteng Geulbaewoo pasti jadi auto book buy setelah dua buku ini keluar. Udah mah ganteng orangnya, tulisannya juga bagus-bagus. Bias siyh ya tapi ya begitulah adanya untukku, ehehehehe.

  • Selain ganteng, aku mudah sekali memahami gaya penulisannya Geulbaewoo. Ini juga berkat  gaya penerjemahan yang pas dari Penerbit Haru. Bisa dibilang Bahasa yang digunakan itu Bahasa awam sekali yang sekali baca dan mudah dimengerti. Jadi kayak dibawakan seperti orang yang saling berbicara satu dengan yang lainnya.

  • Kalau buku lelah itu memeluk pembacanya, kalau buku ini makin mendekap erat kita. Yah, gimana ya, soalnya kayak banyak hal yang memang sehari-hari kita rasakan tapi ada juga saran-saran praktisnya. Jadi yang nggak melulu kata basa-basi, dibuku ini ada kata aksinya juga yang lebih spesifik berdasarkan pengalaman orang lain (walau begitu seperti biasa ada beberapa bagian yang tidak sesuai dengan prinsipku juga ya).

  • Buku ini dapat dibaca sekali duduk dan dilain sisi bisa dibaca terpisah juga setiap ceritanya. Terus desain bukunya menarik. Walau tidak ada disetiap halamannya, tapi ada beberapa ilustrasi menarik didalamnya warnanya pastel-pastel meneduhkan gitu. Aku suka banget ilustrasinya (termasuk covernya yang minimalis dan sangat merepresentasikan isinya). Ohya yang menarik bentuknya seperti biasa kayak diary. Enak jadinya dibaca tuh kayak baca diary orang.

  • Yang aku kurang suka? Kurang banyak!!! Ahahaha, aku pengen baca tulisan oppa lainnya tapi yah belum bisa Bahasa Korea euy. Oh dan ini yang cukup bikin prokontra dalam diriku. Sampai sekarang aku masih menebak-nebak apakah ada alur tertentu yang dibawakan dibuku ini seperti buku sebelumnya. Aku belum melihat alur itu dan masih agak sukar merelasikan bab yang satu dengan lainnya. Mungkin aku perlu membaca lagi siyh ya. But overall ini nggak terlalu mengganggu karena setiap babnya itu relate banget sama yang aku rasakan saat ini.

Overall rating buku ini buatku adalah 4.5. (Sori kalau bias ya.. tapi bukannya memang rating seseorang itu bias ya, ehehehe).


Bagian-bagian Favorit

Beberapa bagian dan quote favorit dari isi buku ini:

Aku berpura-pura baik-baik saja, karena takut tidak bisa bangun lagi jika terjatuh.

Jadi, jangan terlalu khawatir, semuanya akan baik-baik saja meski kau merasa tak berdaya saat ini.

Bahkan jika kefrustrasian, kegagalan, dan kesulitan tak terhindarkan datang menghampiri, aku akan terus bergerak maju. 

 

View this post on Instagram

A post shared by SJB Collection 🇮🇩 (@sanwalibrary)


Kesimpulan

Buku ini sangat cocok untuk yang sedang tidak baik-baik saja dengan hebatnya, tapi tidak triggering (menurutku loh) karena lebih banyak ke langkah praktis yang lebih bisa dibayangkan dan dicerna dengan mudah. Yang sedang nggak kelelehan tentu bisa juga dong. Buku ini kayak pemantik semangat untuk kita bisa terus bertahan jika suatu saat kita measa tidak baik-baik saja.

Buku ini mungkin terasa membosankan bagi yang sudah biasa dengan konsep self-help “kelas berat” (sori bukan mau mengotakkan hanya aku bingung pakai kosakata apa ya yang menunjukkan perbedaan ini, kalau ada yang tahu tolong di colek ya). Tapi akan sangat keren untuk dijadikan starter bagi yang baru mau memulai baca non-fiksi terkhususnya buku bertema self-help seperti ini.

Kalau kalian suka buku sebelumnya, atau suka dengan buku I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki kalian mungkin akan menyukai buku ini (walaupun gaya penulisannya berbeda tetapi vibe tulisannya 11-12). Dan satu lagi, ini cocok untuk usia berapapun yang sudah bisa merasakan pahitnya kehidupan.

Bagi yang ingin membeli buku ini, langsung aja pantengin terus IG penerbit Haru untuk mekanisme PO-nya. Saranku siyh kalian harus punya buku ini. Investasi ilmu yang bagus dan pastinya bisa dibaca berulang.

Kalau kalian nanti membeli dan membaca buku ini, boleh dong share pengalaman membaca kalian. Drop link review kalian di kolom komentar ya (link review boleh dari platform apapun). Selamat membaca J

 

Regards,

Sandrine JB

  • 0 Comments

Pernahkah kalian membaca buku yang konsepnya art book? Jujur ini pengalaman pertama aku. Jadi awal tahun 2022 yang lalu aku diberikan kesempatan untuk membaca advanced reader copy dari buku berjudul The Other Side of Things.

Buku ini hype karena pernah dibaca dan dishare oleh RM (Kim Namjoon) leader dari BTS. Tentu saja saat buku ini dishare oleh RM, langsung aku masukkan dalam list #whatbtsreads. Ditambah lagi sesudah setelah RM membagikan screenshot buku ini di akun weverse miliknya, buku ini langsung laku keras!! (Bisa cek di link ini untuk berita lengkapnya). Tapi memang kekuatan pengaruh yang luar biasa, saat membacanya, ini merupakan pengalaman baru buat aku yang selama ini belum pernah menyentuh dan membaca literasi seni sebelumnya selain katalog pameran.


Tentang Buku Ini

The Other Side of Things merupakan art literature dari Korea Selatan, yang ditulis oleh seorang seniman / pelukis terkenal bernama Ahn Kyuchul dan dibawa ke Indonesia oleh penerbit Shira Media. Ahn Kyuchul adalah seorang perupa sekaligus akademisi di Korea Selatan yang dikenal sebagai seniman kontemporer.

Sejak bulan Maret 2022, Penerbit Shira Media menjual buku ini dengan format PO. Ada dua jenis PO yang ditawarkan. Isinya pun menarik banget. Yang kudapat adalah yang paket Side Box yang isinya adalah buku, tanda tangan digital dan pesan dari pengarangnya, book mark, notebook kecil, pensil kayu, side calendar dan satu buku random dimana aku dapat buku berjudul "Paradise". Semua paketan ini dikemas dalam sebuah amplop berbentuk buku gitu, unik.

View this post on Instagram

A post shared by Shira Media Group (@shiramedia)

Mungkin ada yang bertanya-tanya buku art ini isinya seperti apa. Buatku isi buku ini mirip buku self-help dari sudut pandang karya seni. Didalamnya ada sketsa gambar penulisnya dan juga buah pikiran penulis yang tertuang dalam bentuk tulisan dan mendukung sketsa karya seni yang dibuatnya.

Menariknya, pada buku ini si penulis menganalogikan hal-hal yang kita lihat sehari-hari. Dari sebuah pensil, penghapus, bahkan lukisan keluarga, banyak filosofi menarik yang diceritakan penulis dan dijadikan pembelajaran. Memang tidak semua yang tertulis ini adalah pengalaman pribadinya, banyak juga dari orang-orang sekitarnya. Singkatnya, buku ini merupakan buku art rasa self-help.

Oke sekarang aku ada sedikit ingin membagikan apa yang aku sukai dan tidak aku sukai dari buku ini serta berapa ratingnya.


Yang Disukai dan Tidak Disukai

  • Mungkin bisa dibilang bias, tapi aku enjoy dengan buku ini karena ini buku art pertama yang aku baca dan unik. Melihat konsep yang setiap babnya terdapat sketsa dan ulasan, ini beneran pengalaman baca yang berbeda. Dan yang bikin amaze dari hal-hal keseharian itu bisa ditarik makna filosofisnya juga.
  • Konsep buku yang monochrome ini seru juga. Dari cover hingga isi yang bernuansa satu warna saja seperti membaca tulisan orang yang ditulis dengan pensil itu enak dilihat dan dibaca. Kayaknya teduh dan isinya juga seteduh konsep tulisannya. Nuansa covernya juga terlihat hangat. Kalau lihat konsep amplop buku dan sketsanya juga menarik banget. Dari dulu aku sendiri pengen punya cita-cita membuat amplop buku seperti ini. Bisa jadi cara membuat buku tidak mudah kotor tanpa dimasukkan dalam plastik.
  • Buat aku ini seperti membaca diary si penulis yang tidak menggurui tapi seperti mengayomi pembacanya. Terasa sekali nuansa wise dari tulisan-tulisan penulis. Memang tidak semua prinsip penulis cocok denganku bahkan masih ada dibeberapa tempat yang aku masih kurang paham filosofinya. Tapi secara keselurahan, enjoy bacanya.
  • Buku ini dapat dibaca sekali duduk dan dilain sisi bisa dibaca terpisah juga setiap babnya. Jadi seru juga kalau bisa dibaca harian semacam buku renungan perjalanan hidup secara harian gitu. Ditambah lagi penerjemahan dari penerbit Shira Media enak dibaca dan diikuti.
  • Ada satu hal yang aku tidak sukai yaitu tulisannya cukup kecil-kecil untukku, ehehe. Entah kenapa aku sekarang mudah terindimidasi dengan buku tebal dan buku dengan tulisan kecil-kecil (rapat apalagi), jadi ngerasanya kayak bacanya lama. Selain itu seperti yang tertulis di nomor 3, ada beberapa hal filosofis yang tidak sesuai dengan prinsipku atau opiniku. Tapi sedikit kok ehehehe.

Bagian-bagian Favorit [header]

Beberapa bagian dan quote favorit dari isi buku ini:

Bagian favorit pertama ku dan yang paling terngiang-ngiang adalah bab singkat yang berjudul "Dua Dinding". Singkat spoilernya, bagian ini menunjukkan sketsa dari dua dinding yang dibangun oleh dua orang yang berbeda. Dalam ulasannya, ini bermaksud memberi tahu bahwa ada dua dinding yang dibangun oleh dua orang berbeda, namun dalam membangun dinding ini mereka saling mengambil bata dari tembok  ini dibangun oleh kedua orang ini dengan mengambil salah satu bata dari pihak lain. Aku nggak ingin mengulas ini lebih dalam tapi dari bagian ini, aku jadi melihat dari kedua sisi, sisi baik dan sisi buruk dari yang dilakukan kedua pembuat dinding ini.

Ada satu quote yang aku paling sukai dari buku ini. Seperti ini:

Meskipun demikian, sekarang kami harus memulai balapan yang baru lagi. Selama itu, meskipun kalah berkali-kali, tidak ada kata pensiun. Aku tidak boleh menyerah dalam balapan ini. Akan kusimpan pengalaman kekalahan yang pahit ini di hati, dan kali ini aku pasti akan menang.



Kesimpulan

Secara garis besar, buku ini cocok dibaca siapa saja. Tapi jika ingin dispesifikan, untuk kamu yang sudah pernah membaca buku self-help ringan ala penulis Korea Selatan sebelumnya dan suka dengan konsep art atau sketsa realis, mungkin akan cocok dengan buku ini. Apalagi untuk kamu-kamu ARMY BTS, buku ini cocok banget dibaca oleh kalian dan relate sekali untuk semua kalangan usia dari usia 20an hingga sudah emak-emak atau yang berkeluarga sepertiku.

Tapi bagi kamu-kamu yang belum pernah baca sama sekali dan pengen cob abaca buku ini , bisa banget kok karena pemilihan bahasanya tidak “berat” dan juga seperti yang tertulis diatas, buku ini bisa dibaca pelan-pelan sesuai ritmenya masing-masing pembaca. Bagi yang ingin membeli buku ini, bisa langsung cek aja di marketplace-marketplace kesayangan dan langsung check-out.

Kalau masih kurang yakin, coba deh cek obrolan aku dengan kak Sharon bareng penerbit Shira. Dijamin nggak nyesel deh beli buku yang satu ini.

View this post on Instagram

A post shared by Shira Media Group (@shiramedia)


Untuk kalian yang sudah beli dan baca buku ini, boleh dong share pengalaman membaca kalian. Drop link review kalian di kolom komentar ya (link review boleh dari platform apapun).

Selamat membaca!!!


Regards,

Sandrine JB

  • 0 Comments

 


Setiap kita pasti memiliki destinasi wisata impian. Banyak dari kita yang pasti memiliki cita-cita untuk keliling dunia. Walaupun tidak bisa mengunjungi semuanya pastilah punya keinginan untuk mengunjungi salah satunya. Dan pasti banyak juga dari kita yang ingin pergi ke Korea Selatan gegara gelombang perkoreaan yang cukup masif di Indonesia.

Kalau kamu memiliki kesempatan berkunjung ke Korea Selatan, destinasi wisata impian apa yang ingin kamu kunjungi? Kalau aku, sebagai mamak-mamak ARMY yang menjadikan dedek gemez Jungkook sebagai biasnya dan menyukai Jimin to the bone, Busan adalah salah satu destinasi impianku selain kota-kota lainnya di Korea Selatan. Ditambah lagi mengelilingi Busan saat musim semi, oooohhhhh pasti indah sekaliiiii. Aku memang belum pernah kesana tapi tulisan ini semacam tulisan wishlistku kalau aku mengunjungi Busan saat musim semi.

Sebelum itu sebagai pengetahuan, Busan merupakan kota terbesar ke-2 dan merupakan kota pelabuhan terpopuler di Korea. Busan terkenal dengan keindahan pantainya yang berbaris rapat dengan gedung pencakar langit. Ohya tahu "Busan International Film Festival" kan? Ini merupakan festival film terbaik Asia yang disuguhkan dari Busan. Atau inget juga dong film keren "Train to Busan"?

Inilah beberapa tempat yang ingin aku kunjungi di Busan saat musim semi dan beberapa keunikannya.

Gamcheon Cultural Village


Lihat deh gambar diatas ini, penuh warna ya. Siapa yang nggak ingin kesini dengan warna-warni yang sangat menarik apalagi sambil menikmati buka bermekaran musim semi. Gamcheon Cultural Village dibangun pada tahun 1950-an saat pengungsi Perang Korea menetap. Rumah-rumah bertingkat dan gang-gang yang menyerupai labirin menawarkan pemandangan unik yang indah.

Ditempat ini memili banyak sekali mural karya seniman muda dan berbagai jenis art lainnya, seperti patung The Little Prince yang menjadi tempat wajib para turis mengambil foto selama disana. Desa yang terletak di pinggir laut ini memperlihatkan keunikannya berupa atap warna-warni dan laut biru yang menjadikannya tujuan wisata yang sangat populer.

The Little Prince in Busan


Pantai Haeundae (Dalmaji Road)


Katanya siyh nggak bakal lengkap ke Busan kalau tidak ke Pantai Haeundae. Tapi kelihatannya benar ya. Lihat aja pantainya cantik banget ya berjajaran dengan gedung-gedung yang cantik ditambah lagi terlihat sangat asri dengan pepohonan hijau.

Eh tapi rupanya, saat spring salah satu jalan didekat pantai ini juga cantik banget loh. Namanya adalah Dalmaji Road. Cherry Blossom saat musim semi tiba sangat indah disepanjang jalan ini. Bayangkan kita bisa melewati jalanan ini saat musim semi, indah sekali bukannn.


Busan Metropolitan Library

Untuk aku pribadi, perjalanan wisata akan terasa lengkap kalau bisa mengunjungi perusahaan daerah setempat. Busan Metropolitan Library ini adalah salah satu wishlist yang harus kukunjungi jika suatu saat nanti mengunjungi Busan. Aku suka sekali melihat area-area berundak seperti yang ditunjukkan pada gambar diatas. Ditambah lagi dikelilingi rak buku dengan pengaturan buku yang sangat aestetis. Ditambah lagi kalau aku cari tahu lebih lanjut, isi perpustakaan nya juga beragam dengan berbagai area baca. Yang menarik perhatianku selanjutnya adalah area baca untuk anak-anak, lucu dan keren banget (di googling aja ya kalau mau lihat lebih detail).


Tempat yang dikunjungi BTS

Ada beberapa tempat di Busan yang pernah dikunjungi oleh member BTS juga loh. Oh ya, bahkan sama tempat-tempat tersebut akhirnya setiap lokasi tempat member BTS ini berfoto dibuatkan jadi photo zone loh. Ihh mau banget kesana. Berikut ini beberapa tempatnya (untuk detail tempatnya bisa di googling lebih lanjut ya). 

Busan Citizen Park (Kim Taehyung)



Dongnae Milmyeon (Kim Namjoon)



Busan Museum of Art (Kim Namjoon)



Dadaepo Beach (Park Jimin)



Ohya, sebagai tambahan, kalau ke Busan bisa mengunjungi Hoedong Maru yang merupakan sekolah Jimin dan Baekyang Elementary School yang merupakan sekolah Jungkook.

Keren-keren banget ya. Makin-makin pengen deh aku pergi ketempat ini. Aku yakin suatu saat nanti pasti bisa menikmat tempat-tempat indah di Korea Selatan.

Dari tempat-tempat diatas ini, adakah yang ingin kamu datangi?


Regards,

Sandrine JB

  • 0 Comments


Pernah kamu mengunjungi Magic Shop atau toko-toko apapun yang menjual hal-hal berbau sulap dan magic? Aku jujur aja belum pernah ke toko yang menjual secara spesifik, kalau yang buka stand di mall siyh pernah cuman lihat-lihat doang. Tapi pasti siyh vibenya mirip gitu ya, kalau disitu banyak alat-alat atau barang-barang aneh yang penuh tanda tanya. Kalau dilihat-lihat di google ya vibenya setengah misteri, setengah unik, ya ada yang spooky juga dikit-dikit (menurutku).

Tapi pernah kah kamu membayangkan bahwa ketika pergi ke toko sulap seperti itu justru yang kita dapatkan hal yang unik dan berbeda dari yang ada di toko sulap pada umumnya? Misalnya mendapatkan konseling kepribadian gratis? Aku nggak pernah membayangkannya sampai ketemu buku Into The Magic Shop ini.

Ohya buku ini merupakan buku memoir seorang dokter bedah syaraf bernama James R Doty (dan yang merupakan penulis dari bukunya sendiri ini) dimana hidup ia berubah sesudah bertemu seorang ibu bernama Ruth di toko sulap sewaktu ia kecil. Nah seru kan kayak kok bisa hidupnya berubah bahkan menjadi seorang dokter ternama melalui pertemuannya dengan Ruth di toko sulap (Magic Shop).

Into the Magic Shop sudah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh penerbit Semicolon. Bagi yang ingin mencari buku ini, teman-teman bisa menemukannya di toko-toko buku yang beredar disekeliling teman-teman baik secara offline ataupun online.

Buku ini merupakan inspirasi utama dari lagu Magic Shop yang dibuat oleh Jungkook BTS dan konsep dari Muster ke-5 berjudul sama dengan lagunya. Sudah pasti ini menjadi salah satu buku dalam list #whatbtsreads yang sudah pernah juga dibawakan dalam salah satu event meet up diskusi What BTS Reads pada bulan September yang lalu. Bagi yang ingin tahu apa kata teman-teman lain terhadap buku ini, boleh di cek di video ini ya.



 

Yang Disukai

Okeh sekarang kita masuk review dari aku sendiri terkhususnya hal-hal yang aku sukai dari buku ini. Pertama, so pasti aku jatuh cinta sama covernya yang cantik. Ohya covernya untuk yang cover terjemahannya Semicolon ini ya. Kalau lihat yang cover aslinya aku malah kurang suka karena terkesan seperti buku textbook gitu, ehehehe. Tapi kalau yang versi semicolon ini indah kayak menggambarkan tentang inti cerita keindahan di balik Magic Shop tadi yang ditemukan oleh Mr. Doty.

Kedua, Aku baca buku ini berganti-ganti. Awalnya versi Indonesia lalu makin kesini ke versi Bahasa Inggris. Nggak ada preferensi khusus terhadap ini dan juga nggak membandingkan hasil terjemahannya. Tapi baca terjemahan bukunya enak dan nggak memberatkan. Didalam buku ini sebenarnya banyak bahasa medisnya namun penterjemahannya tidak kaku dan masih enak dibaca. Tapi ada downsidenya siyh buatku perihal ini. Nanti kujelaskan dibagian yang tidak disukai ya.

Ketiga, Buku ini kan buku memoar, biasanya aku kurang suka buku memoar seorang praktisi karena bahasanya terlalu kaku untukku. Eh yang ini nggak dong. Justru kayak baca cerita fiksi tentang kehidupan aja. Cara Mr. Doty bercerita itu kayak baca cerita fiksi yang dipadukan dengan diary kehidupan sehari-hari gitu. Intinya aku suka.

Keempat, yang terakhir tapi bukan yang terkecil, aku suka sekali dengan penjambaran “Ruth’s Trick” yang dibuat Mr. Doty. Setiap partnya itu dirangkum lagi gitu dan sangat mudah diikuti oleh pembaca. Bahkan dibikinkan juga dalam bentuk audionya loh di webnya buku ini, jadi lebih kayak bisa ngebayangin atau ngerasain sesi konseling sendiri karena pakai suara. Nama webnya tertulis didalam bukunya. Atau teman-teman bisa klik disini. Seruuuu. Ditambah lagi kesimpulan yang terdapat di akhir cerita itu menjadi bukti nyata dari Ruth’s tricks tadi.

 

Yang Tidak Disukai

Nahhh seperti yang aku cerita diatas ini ada downsidenya gitu buatku. Part ketika Doty mulai berbicara dari sisi medis membuatku bosan setengah mati karena kurang paham. Jadi aku lebih ke skimming aja bagian-bagian itu. Lumayan banyak lah dari setengah cerita di akhir yang membahas ini sehingga kadang jadi pengen lompat aja gitu. Tapi kalau udah ke bagian kesehariannya aku mulai naik lagi emosinya. Hehehehe. Tapi mungkin ini beda-beda ya. Yang pastinya setengah buku pertama itu seruuuu banget disaat Mr. Doty ketemu ibu Ruth itu.

View this post on Instagram

A post shared by Semicolon Publisher (@semicolonian)

 

Quote Favorit

Hasil dari menjinakkan pikiran adalah pikiran yang jernih. (P.81)

... hanya karena sesuatu rusak bukan berarti semuanya ikut rusak. (P.134)

Benar, kita dapat mewujudkan apa pun yang kita inginkan, tetapi hanya kecerdasan hati yang dapat memberitahu kita apa yang layak untuk diwujudkan. (P.218)

 

Kasih Rating Berapa

Overall aku kasih rating buku ini adalah rating 4 bintang dari 5 bintang. Kelihatan lah ya dari hal-hal yang disukai dan tidak disukai diatas. Tapi aku sangat bersyukur membaca buku ini disaat yang tepat. Walau aku baca buku ini udah lewat dari masa-masa hype nya tapi buatku tidak ada yang terlambat untuk membaca sebuah buku. Pada akhirnya kita akan dipertemukan dengan sebuah buku untuk dibaca pada waktu yang tepat. Intinya siyh buku ini masuk jajaran Must Read!!

 

Borahae

Sandrine JB

@sanwalibrary - @whatbtsreads

  • 0 Comments


Eh.. eh.. eh.. pasti kebanyakan disini sudah pada tahu dong buku The Midnight Library ini. Buku ini merupakan buku yang dikarang oleh seorang pengarang buku yang sangat dikenal melalui buku non-fiksi yang berjudul “Reasons To Stay Alive” bernama Matt Haig.

Nah di tahun 2020 lalu Matt Haig mengeluarkan salah satu buku fiksi seputar kehidupan keluarga yang berjudul The Midnight Library ini serta menjadi best seller dimana-mana. Dan di Indonesia sendiri diterbitkan dalam bentuk terjemahan Bahasa Indonesia oleh penerbit Gramedia Pustaka Utama dengan judul terjemahannya adalah “Perpustakaan Tengah Malam” yang dirilis saat bulan Juni 2021 yang lalu.

Aku sebenarnya nggak ingin baca ini dalam waktu dekat-dekat ini. Jadi kan waktu pertama rilis (sebelum diterjemahkan) buku ini sudah sangat hype. Banyak bookstagram yang membeli buku impor dan atau membaca lewat ebook. Pas hype itu pengen banget siyh baca juga tapi dikarenakan baru memulai proyek #whatbtsreads jadi terhalang.

Namun ada satu alasan lagi yang membuatku semakin menundanya yaitu karena tema bukunya yang lumayan agak triggering tentang suicide dan mengarah ke duka. Apalagi pas saat itu aku lagi banyak baca buku yang temanya tentang duka. Jadi lumayan nggak pengen baca buku dengan tema-tema sama terlebih dahulu.

Eh tapi gegara di mention RM di In The Soop season 2 Episode 1 yang baru beberapa minggu rilis, akhirnya aku mengesampingkan membaca buku lainnya dan langsung mengambil buku ini sebagai tema diskusi buku Meet Up ke-5 hari Sabtu 30 Oktober 2021 yang lalu. Sehabis dibaca ternyata ga se-triggering itu buatku walaupun tetap hati-hati siyh.

Aku cukup kagum dengan kecepatan membaca diriku sendiri saat itu. Mungkin karena didorong harus diskusi buku jadi aku “memaksa” diriku menyelesaikan buku ini dalam waktu satu minggu dan amazenya aku yang suka menunda-nunda ini berhasil menamatkan satu buku terjemahan 350an halaman ini hanya kurang dari 24 jam, wkwkwkwkwk. Ada bagusnya juga aku bikin jadwal diskusi buku. Aku yang suka slump karena mager jadi ketrigger untuk lanjut baca dibanding scroll media sosial terus, ehehehehe.

Ohya, bagi yang ingin tahu apa kata teman-teman lain terhadap buku ini, boleh di cek di video ini ya.



Yang Disukai

Okeh sekarang kita masuk review dari aku sendiri terkhususnya hal-hal yang aku sukai dari buku The Midnight Library ini. Pertama, aku sangat suka bagaimana cara Matt Haig menggambarkan informasi tentang Mental Health dalam bentuk kisah narasi fiktif seperti ini (apa siyh sebutannya? Mungkin ada yang tahu bisa komen dibawah ya). Jadi tuh baca ini kayak baca buku self-help tapi dalam bentuk cerita. Aku yang dari dulu pecinta novel, jenis buku seperti ini lebih mudah kuserap.

Kedua, coba deh lihat covernya yang cakep. Kedua cover yaitu cover import dan juga cover terjemahannya amat sangat memukau. Sangat menggambarkan sekali tentang perpustakaan di tengah malam. Cover dan isi ceritanya sejalan seakan mematahkan ungkapan, “don’t judge a book by its cover”, wehehehe. Sorry not sorry though, I’m a big fan of gorgeous cover :D.

Ketiga, pemilihan karakter yang seumuran denganku (jadi ketahuan deh umurku wkwkwkwk) justru membuatku makin relate dengan isi ceritanya. Aku jadi banyak merenung disana-sini pas baca karena kok ya apa yang dialami Nora, si karakter utama, mirip seperti apa yang aku rasakan di beberapa tempat. Jadi ini membuatku lebih mudah memahami karakter Nora itu sendiri dengan segala perasaannya.

Keempat, berhubung aku membaca dalam bentuk terjemahannya aku bisa katakan  jenis terjemahannya tidak kaku. Walaupun aku nggak bisa membandingkannya dengan dalam bentuk Bahasa asli (karena aku tidak membaca dalam Bahasa Inggrisnya sebelumnya) tapi aku tetap merasakan bahwa pembahasannya mengalir dan mudah dimengerti. Aku belum bisa menilai dari segi gaya kepenulisannya Matt Haig di buku ini jika dibandingkan dengan buku terjemahan sebelumnya karena ini buku pertama Matt Haig yang aku baca dan langsung dalam bentuk terjemahannya saja.


Yang Tidak Disukai

Ada satu hal yang tidak kusukai dari buku ini. Diawal cerita hingga pertengahan ada beberapa bagian yang membosankan karena phasenya lambat. Ada juga repetitif atau pengulangan yang dari sudut pandangku aku sudah bisa menangkap maksudnya.

Tapi niyh tapi… aku nggak merasakan ini mengganggu, bahkan aku jadi pengen baca ulang (walaupun itu nggak mungkin terjadi karena aku dipelototin TBR ku yang menggunung) karena buku ini sangat menekankan keindahan dari hal-hal kecil. Mungkin ada yang ingin disampaikan dari pengulangan itu yang belum aku tangkap dalam sekali baca. Kalau menurutmu bagaimana? Mungkin bisa tulis di kolom komentar? 


View this post on Instagram

A post shared by Fiksi Gramedia Pustaka Utama (@fiksigpu)


Quote Favorit

Satu-satunya cara untuk belajar adalah hidup. (P.90) 

Jangan pernah meremehkan arti penting dari hal-hal kecil. (P.117)

Aku bermaksud mengatakan bahwa hal yang keliatannya paling biasa-biasa saja bisa jadi akhirnya akan merupakan hal yang membawamu meraih kemenangan. Kau harus terus bergerak. (P.241)


Kasih Rating Berapa?

Overall aku kasih rating buku ini adalah rating 4 bintang dari 5 bintang. Kelihatan lah ya dari hal-hal yang disukai dan tidak disukai diatas. Tapi aku sangat bersyukur membaca buku ini disaat yang tepat. Walau aku baca buku ini udah lewat dari masa-masa hype nya tapi buatku tidak ada yang terlambat untuk membaca sebuah buku. Pada akhirnya kita akan dipertemukan dengan sebuah buku untuk dibaca pada waktu yang tepat. Intinya siyh buku ini masuk jajaran Must Read!!


Borahae

Sandrine JB

@sanwalibrary - @whatbtsreads


  • 0 Comments


Siapa penggemarnya Epik High dan Tablo disini? Sesungguhnya aku bukan penggemar bahkan aku tidak mendengarkan lagu-lagunya. Mungkin pernah mendengar tapi aku lupa :D. Aku hanya sering mengetahui namanya saja sejak dulu aku sering sekali berselewiran di dunia ke-Korea-an. Oh aku inget, aku pernah mendengar Tablo bernyanyi bersama Taeyang untuk lagu Eyes Nose Lips milik Taeyang, karena sesuka itu aku sama lagunya.

Nah kali ini aku tidak sedang ingin membahas Tablo dengan lagu-lagunya. Aku ingin membahas buku karangan Tablo yang baru saja di terjemahkan dan diterbitkan dalam Bahasa Indonesia oleh penerbit Shira Media. Buku ini berjudul Blonote. Bisa dibilang buku ini bukanlah buku baru. Blonote pertama kali diterbitkan di Korea Selatan pada tahun 2016. Namun baru diterbitkan di Indonesia pada bulan September 2021 yang lalu.

Yang pasti, Blonote masuk jajaran buku #whatbtsreads karena pada tahun 2016, Tablo memberikan buku bertanda-tangan kepada Kim Nam-joon secara langsung, leader dari BTS. RM (sapaan erat dari Kim Nam-joon) melalui ungguhannya di Twitter terlihat memeluknya dalam genggaman dan sangat-sangat senang menerimanya. Yes, dipeluk guysssss. Epik High merupakan artis yang menjadi titik RM menyukai musik ketika ia berumur 11 tahun. Apalagi ya dia pecinta buku, ya pasti seneng dong dapat buku bertanda-tangan pula dari artis yang digemarinya. Dulu ngefans sekarang berteman dekat!! Aku percaya member BTS lainnya pun pernah membaca buku ini. Mungkin (ini mungkin loh ya, hanya asumsiku semata) Suga pernah, apalagi Suga pun sekarang dekat sekali dengan Tablo.

Blonote masuk kedalam jajaran buku non-fiksi self-help yang berisi cerita singkat, ekspresi, kutipan, dan pemikiran yang disampaikannya saat menjadi penyiar radio di program Tablo’s Dreaming Radio. Blonote sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris sejak tahun 2016 serta memiliki review yang bagus di aplikasi Goodreads. Ok, seperti review buku ku yang sebelumnya aku akan lebih menitikberatkan akan apa yang aku sukai dan tidak kusukai. Untuk detail dari buku ini sendiri sebenarnya sudah banyak berseliweran di Google. Hehehe.


View this post on Instagram

A post shared by ARIA MEDIA (@ariamediamandiri)



Yang Disukai

Pertama, selalu aku mengulas dari segi desain duluan ehehehehe. Covernya bikin jatuh hati. Walau memang berbeda dari cover versi Korea aslinya yang lebih ke warna pink muda, cover hijau tosca tua kebiru-biruannya dari terjemahan Indonesia juga memikat hati banget!!!!

Kedua, isinya yang tidak biasa. Jadi bentuknya itu kayak kumpulan quote. Jadi kalau temen-temen lihat buku-buku ala kumpulan quote, nah seperti inilah isi buku Blonote. Desain isi bukunya simple tapi sarat makna gitu. Dan didalamnya juga terdapat beberapa kutipan tulisan tangan dari orang-orang terkenal Korea loh. Walaupun isinya kumpulan quote tapi nggak ngebosenin karena ya itu tadi, tata letak atau desain perhalamannya variatif walau simple. Dan dipercantik dengan tulisan-tulisan tangan yang tadi.

Ketiga, makna setiap quote nya itu ampun deh relatable. Isinya nggak soal cinta-cintaan tapi soal kehidupan sehari-hari. Ada yang tentang diri sendiri, tentang teman, tentang keluarga, tentang kehidupan bekerja, dan lain sebagainya. Walau ya itu tadi bentuknya “quote” tapi hampir semua isinya aku tandain. Halaman-halaman kertasnya menampar keras kehidupanku. Terutama soal menghadapi hidup. Well nggak semua isi buku ini sesuai dengan prinsipku siyh tapi overall masih bisa diterima.

Keempat, penggunaan Bahasa yang mudah di cerna. Saduran Bahasa Indonesianya walaupun berbentuk frase-frase kalimat atau quote semi puitis, buatku yang tidak terlalu menyukai jenis tulisan yang “poetic”,  buku ini gampang dimengerti dan mudah ditarik artinya. Yang aku tangkap siyh antara quote yang satu dengan yang lain tidak beralur. Jadi mau mulai dari mana aja pun maknanya tetap dapet dari setiap quote yang dibaca. Jadi seru juga seandainya ingin cari quote of the day random gitu ☺. Ohya ini yang paling penting. Bahasa terjemahannya itu nggak sulit sama sekali. Buku ini cocok buat yang belum pernah baca buku tapi pengen baca buku non-fiksi. Udah gitu bisa dibaca dalam sekali duduk.


Yang Tidak Disukai

Ada satu hal yang tidak kusukai. Yaitu dibeberapa bagian yang memang tidak sesuai dengan prinsipku itu tadi. Tapi sekali lagi, itu nggak banyak. Kayaknya hanya 1 atau dua bagian saja. Mungkin kamu-kamu yang nanti membacanya lebih related. Paling ya akan lebih seru lagi kalau banyak ilustrasi-ilustrasi didalamnya untuk lebih mudah lagi dicerna. Pasti tambah seru dan memikat.


View this post on Instagram

A post shared by Sandrine JB 🇮🇩 (@sanwalibrary)


Quote Favorit

Berikut ini adalah tiga quote favorit dari buku ini. Yang pada saat pertama kali aku baca, aku bener-bener terdiam seribu Bahasa dan merenung agak lama. Beneran dah kayak kertas namparin dengan keras.

 

Jika kamu ingin orang-orang senang belajar, buatlah dia seperti membaca buku di dalam pesawat. Terkurung, tetapi dibawa terbang. 

Beberapa orang jatuh cinta, bukan karena hati, bukan karena raga, tapi karena waktu yang dilalui bersama. 

Buka telingamu dan tutup matamu, maka akan ada banyak hal yang dapat kamu lihat.

 

Kasih Rating Berapa

Jadi untuk buku ini aku kasih rating 4 dari 5 karena pertimbangan hal-hal yang disukai dan hal yang tidak disukai diatas. Buku ini ibaratnya kayak ngobrol sama temen deket dengan segala kegundahan kita namun tidak menghakimi. Mungkin kamu berpikir kalau buku-buku yang dibaca BTS (apalagi RM) berat-berat?? Eit jangan salah, buku ini menurutku sebagai bacaan ringan namun valuenya tinggi. Jadi boleh yuk dibeli dan dibaca bukunya kakak. Tablo eh Blonote keren banget!!


Borahae

Sandrine JB - @sanwalibrary - @whatbtsreads

  • 0 Comments
Postingan Lama Beranda

About me

a


Sandrine JB

"The most important thing is to enjoy your life — to be happy — it’s all that matters.”


Follow Us

  • Bookstagram
  • Fanstagram
  • Instagram
  • youtube
  • twitter
  • pinterest
View this post on Instagram

A post shared by BTS & Literasi - ARMYmom (@whatbtsreads)

Banner spot

recent posts

Subscribe

Postingan
Atom
Postingan
Semua Komentar
Atom
Semua Komentar

Arsip Blog

  • ▼  2022 (3)
    • ▼  Mei 2022 (3)
      • Sebenarnya Aku Tidak Baik-baik Saja - Geulbaewoo [...
      • The Other Side of Things - Ahn Kyuchul [Book Review]
      • Menikmati Musim Semi di Busan, Korea Selatan
  • ►  2021 (12)
    • ►  November 2021 (2)
    • ►  Oktober 2021 (1)
    • ►  September 2021 (4)
    • ►  Mei 2021 (1)
    • ►  Februari 2021 (3)
    • ►  Januari 2021 (1)
  • ►  2020 (3)
    • ►  Mei 2020 (2)
    • ►  April 2020 (1)
  • ►  2019 (2)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Mei 2019 (1)
  • ►  2018 (16)
    • ►  September 2018 (1)
    • ►  Agustus 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (9)
    • ►  Januari 2018 (5)
  • ►  2017 (3)
    • ►  Desember 2017 (1)
    • ►  Juni 2017 (1)
    • ►  Januari 2017 (1)
  • ►  2016 (6)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (5)
  • ►  2015 (28)
    • ►  Desember 2015 (12)
    • ►  November 2015 (8)
    • ►  Mei 2015 (3)
    • ►  April 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (1)
    • ►  Februari 2015 (2)
    • ►  Januari 2015 (1)
  • ►  2014 (27)
    • ►  November 2014 (9)
    • ►  Oktober 2014 (8)
    • ►  September 2014 (3)
    • ►  Juli 2014 (1)
    • ►  Juni 2014 (2)
    • ►  Maret 2014 (2)
    • ►  Februari 2014 (1)
    • ►  Januari 2014 (1)
  • ►  2013 (6)
    • ►  November 2013 (1)
    • ►  Oktober 2013 (3)
    • ►  Mei 2013 (1)
    • ►  Januari 2013 (1)
  • ►  2012 (1)
    • ►  Desember 2012 (1)
  • ►  2011 (1)
    • ►  September 2011 (1)
  • ►  2009 (1)
    • ►  Maret 2009 (1)

instagram

Template Created By : ThemeXpose . All Rights Reserved.

Back to top